Yap, sinar UV yang berasal dari matahari jika terpapar langsung akan memicu kulit terbakar dan paling parah akan mengakibatkan kanker kulit.
Walaupun sinar Ultraviolet berbahaya tetapi ternyata sinar UV juga memiliki manfaat lho.
Nah Selasa tanggal 25 Agustus 2020 kemarin, aku banyak mendapat informasi tentang pemanfaatan teknologi UV C dalam diskusi virtual bersama Signify dan para pembicara yang expert di bidang nya antara lain :
- Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS
Pakar Kesehatan Masyarakat
- Dr. rer. nat. Ir. Aulia Muhammad Taufiq Nasution M.Sc
Ahli Biomedical Optics
- Tulus Abadi
Ketua Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI)
Sinar UV-C: Kawan atau Lawan?
Tahun ini memang tahun ujian dengan munculnya wabah penyakit baru yang disebabkan oleh virus COVID-19 berasal dari Cina.
Dr. Hermawan Saputra menjelaskan bahwa, kasus terkonfirmasi COVID-19 saat ini hanya
merupakan puncak dari gunung es dan hanya mewakili sekitar 66% sampai 73% dari jumlah kasus
sesungguhnya. Meski saat ini COVID-19 menjadi fokus utama penanganan penyakit infeksi yang
sedang berkembang (Emerging Infectious Diseases/EID) sesungguhnya masih banyak penyakit
menular lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme.
“Ada empat faktor utama dalam permasalahan kesehatan masyarakat: kapasitas layanan kesehatan,
tingkat kesadaran perilaku publik, kebersihan lingkungan, dan permasalahan bawaan atau turunan.
Dari keempat faktor ini, lingkungan menyumbang variabel yang cukup besar dalam menentukan
kesehatan seseorang, karena terkait langsung dengan kebersihan lingkungan sekitar dan kesadaran
kita dalam berperilaku hidup sehat,” jelas Dr. Hermawan.
“Ada jutaan, bahkan puluhan juta mikroorganisme di sekitar kita. Kalau kita menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), maka kita bisa
hidup berdampingan dengan mikro-organisme ini.
Salah satu upaya untuk mendukung pola hidup bersih dan sehat ini adalah dengan memanfaatkan
rekayasa teknologi pencahayaan, yaitu teknologi UV-C. Sinar UV-C yang berasal dari matahari
disaring oleh lapisan ozon sehingga tidak sampai ke permukaan Bumi.
Dr. Hermawan menyebutkan
teknologi UV-C ini sangat diperlukan di area-area publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, kantor,
sekolah, tempat ibadah, bandara, dan lainnya.
Terkait dengan sinar UV-C, Dr. rer. nat. Ir. Aulia Nasution, M.Sc., Kepala Laboratorium Rekayasa
Fotonika, Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyebutkan
bahwa, sinar UV-C, yang berada dalam spektrum cahaya tak kasat mata, memiliki potensi untuk
mengatasi penyebaran COVID-19.
Namun, ia memperingatkan bahayanya apabila sinar UV-C
mengenai tubuh manusia secara langsung.
“Ada yang disebut dengan interaksi antara cahaya dengan materi biologis. Pada saat cahaya masuk
dan terhalang materi, cahaya tersebut akan menembus ke dalam materi tersebut, dan semakin ke
dalam akan terjadi hamburan (scattering).
Dalam perjalanannya menembus jaringan, bisa juga
terjadi penyerapan cahaya. Di sini terjadi transfer energi dari cahaya ke dalam materi yang
dilaluinya,” Dr. rer. nat. Aulia menerangkan.
“Jika terpapar langsung, sinar UV-C dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan, menyebabkan iritasi kulit seperti ruam, sensasi terbakar, tumor, hingga
memicu kanker, sementara pada mata bisa menyebabkan katarak.”
Meski demikian, ia menegaskan bahwa selama pengguna berhati-hati agar tidak terkena paparan
langsung, penggunaan UV-C sebagai alat desinfeksi tidak menimbulkan masalah kesehatan. Ruangan,
permukaan maupun benda yang didesinfeksi dengan sinar UV-C juga dapat langsung digunakan
setelah lampu UV-C dimatikan atau tidak beroperasi.
Ia menyebut bahwa teknologi UV-C yang banyak dipasarkan sebagai produk germicidal atau
pembunuh kuman berada pada gelombang 254nm, rentang gelombang yang efektif untuk
membunuh mikro-organisme. Mekanisme de-aktivasi mikro-organisme adalah sebagai berikut: ketika
sinar UV-C itu diserap secara maksimum oleh jaringan sel, ia akan memutus rantai DNA dari sel
tersebut sehingga sel gagal melakukan replikasi. Akibatnya sel tersebut tidak bisa membelah dan
menduplikasikan dirinya, sehingga jumlahnya akan terus berkurang.
Namun agar efektif, penggunaan
sinar UV-C ini harus dalam dosis yang tepat.
Dr. rer. nat. Aulia juga mengatakan bahwa sinar UV-C secara umum bisa digunakan untuk
mendesinfeksi udara dan permukaan dalam ruangan seperti dinding, lantai, meja kerja, dan benda.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa deaktivasi mikro-organisme yang efektif sangat dipengaruhi
oleh dosis paparan yang tepat, dengan parameter dosis paparan (dosimetry) sebagai berikutDaya
sumber cahaya
- Banyak cahaya (iradiansi yang diterima permukaan yang akan disinari)
- Jarak sumber cahaya dengan obyek penyinaran
- Lama penyinaran
Rumus:
Dosis [Joule/cm2] = Irradiansi [Watt /cm2] x Waktu [detik]
*1 Watt = 1 Joule/detik
Menanggapi makin banyaknya produk UV-C yang beredar di pasaran, Ketua Pengurus Harian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyatakan apresiasinya terhadap segala bentuk
upaya untuk mengendalikan wabah COVID-19. Namun, ia juga menyoroti pentingnya aspek
keamanan, keselamatan dan kenyamanan konsumen.
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan pengawasan produk sebelum diedarkan
(pre-market control policy) seperti menetapkan standar atau sertifikasi bagi produk-produk UV-C,
untuk memastikan bahwa produk yang beredar sudah memenuhi standar,” ujar Tulus. “Setelahnya
diikuti dengan post-market control policy, yaitu melakukan pengawasan sehingga apabila ditemukan
produk yang tidak sesuai, dapat melakukan penarikan (recall) produk dari pasar dan melakukan
penegakan hukum.”
Tulus juga menegaskan bahwa produsen dan pelaku usaha harus mengedepankan itikad baik dalam
berbisnis, mulai dari pembuatan produk hingga cara memasarkannya. Mereka juga harus mematuhi
regulasi yang ada, baik di tingkat Undang-Undang dan atau regulasi teknis, yaitu untuk membuat
produk yang standar, serta menyediakan berbagai akses kanal-kanal pengaduan sehingga mudah
dijangkau oleh konsumen. Sementara bagi konsumen diharapkan untuk berhati-hati dan cerdas
dalam membeli produk yang memiliki aspek keselamatan yang perlu diperhatikan, seperti teknologi
UV-C ini. Sebelum membeli, hendaknya konsumen mencari informasi sebanyak mungkin dari
sumber-sumber kredibel. Setelah membeli, cermati label dan petunjuk penggunaan serta instruksi
keselamatan pada masing-masing produk.
Sinar Ultraviolet-C (UV-C) telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mendesinfeksi udara, air,
dan permukaan1
. Sinar UV-C dapat menghancurkan DNA dan RNA dari bakteri, virus, dan spora, yang
artinya menjadikan mereka tidak berbahaya. Sejauh ini, tidak ada mikroorganisme termasuk bakteri
dan virus yang resisten terhadap paparan UV-C Namun, perlu diingat bahwa sinar UV-C harus selalu
digunakan sesuai dengan syarat dan instruksi keselamatan, serta hindarkan manusia dan hewan dari
paparan langsung sinar UV-C karena dapat merusak kulit dan mata mereka.
Signify UV-C
Signify adalah pemimpin dalam penyediaan lampu UV-C dan telah menjadi yang terdepan untuk
teknologi UV selama lebih dari 35 tahun. Perusahaan memiliki rekam jejak yang terbukti dalam
inovasi pencahayaan UV-C, yang dirancang, diproduksi, dan dipasang sesuai dengan standar
keamanan yang tinggi. Belum lama ini, Laboratorium Nasional untuk Penyakit Infeksi Emerging
(NEIDL) di Universitas Boston, Amerika Serikat, telah melakukan penelitian yang memvalidasi
efektivitas lampu UV-C milik Signify dalam menonaktifkan SARS-COV-2, virus penyebab COVID-19
Saat ini, tidak ada produk UV-C kami yang tersertifikasi sebagai alat medis, dan produk UV-C Signify
maupun perusahaan afiliasinya tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat medis di
negara mana pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar